Kades Pekondoh Diduga Selewengkan Dana Desa untuk Proyek Tanpa Musyawarah Terbongkar

Pekondoh, Way Lima – jejakkasus

Proyek pembangunan hidroponik yang dilaksanakan di Desa Pekondoh pada tahun 2020 kini menjadi sorotan tajam setelah terungkap adanya dugaan pelanggaran serius terkait penggunaan Dana Desa. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh tim Irban Investigasi Inspektorat Pesawaran pada 23 Desember 2024, ditemukan bahwa pembangunan ini tidak melalui Musyawarah Desa (Musdes) sebagai dasar perencanaan, yang merupakan kewajiban berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Tim investigasi Inspektorat mengungkapkan bahwa pembangunan hidroponik tersebut dilakukan tanpa melalui Musdes, yang seharusnya menjadi langkah awal dalam perencanaan pembangunan desa. Salah satu anggota tim investigasi menyatakan, “Bangunan hidroponik Desa Pekondoh itu memang tidak melalui musyawarah desa,” ujar sumber tim investigasi inspektorat pada 20 Januari 2025.

 

Pelanggaran ini jelas bertentangan dengan *Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa*, khususnya *Pasal 28*, yang mewajibkan Kepala Desa untuk melaksanakan Musdes dalam perencanaan pembangunan. Kepala desa yang tidak melaksanakan kewajiban ini dapat dikenakan sanksi administratif, seperti teguran lisan, teguran tertulis, hingga pemberhentian sementara.

Tak hanya itu, pelanggaran ini juga menyentuh penggunaan *Dana Desa* yang diduga tidak sesuai dengan ketentuan. Kepala Desa Pekondoh, Firlizani, diduga mengalokasikan dana sebesar Rp 162 juta untuk pembangunan hidroponik di atas lahan yang bukan merupakan aset desa. Berdasarkan *Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014*, Dana Desa hanya diperbolehkan digunakan untuk pembangunan yang dilakukan di atas aset desa atau wilayah yang termasuk dalam administrasi desa.

Tindakan pembangunan di atas tanah yang bukan aset desa ini juga melanggar *Pasal 76 UU No. 6 Tahun 2014*, yang menyatakan bahwa aset desa meliputi kekayaan yang dimiliki desa, seperti tanah kas desa, pasar desa, dan bangunan milik desa. Selain itu, *Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 8 Tahun 2022* menegaskan bahwa Dana Desa harus digunakan untuk program yang telah tercantum dalam *Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes)* dan *Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes)* yang disusun berdasarkan hasil Musdes.

 

Menggunakan Dana Desa untuk pembangunan di luar aset desa berpotensi melanggar *Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999* tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan *UU No. 20 Tahun 2001*. Dalam hal ini, dugaan penyalahgunaan dana untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu semakin memperburuk situasi dan memperkuat kecurigaan terhadap Kepala Desa Pekondoh.

Inspektorat Pesawaran menyatakan bahwa Kepala Desa Pekondoh berisiko dikenakan sanksi administratif, mulai dari teguran hingga pemberhentian sementara. Jika terbukti ada unsur korupsi, kasus ini dapat berujung pada sanksi pidana yang lebih berat.

 

Seiring dengan setelah diterbitkannya *Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)* oleh Inspektorat, Pemerintah Desa Pekondoh diwajibkan segera mengadakan Musdes bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan masyarakat untuk membahas status lahan proyek hidroponik tersebut. Jika tanah yang digunakan tidak dapat diakui sebagai aset desa, masyarakat meminta agar dana sebesar Rp 162 juta dikembalikan ke kas negara.

Kasus ini telah menjadi sorotan tajam masyarakat Desa Pekondoh, yang berharap agar pihak berwenang segera menindaklanjuti permasalahan ini dengan transparansi dan ketegasan. Dengan adanya peraturan yang jelas mengenai penggunaan Dana Desa, masyarakat berharap agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang, dan agar Dana Desa dapat digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, demi kepentingan desa secara keseluruhan.

Tim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *