Lampung Selatan, jejakkasus.info
Kasus pemalsuan data yang menyeret nama seorang guru di SD N 1 Tanjung Baru, Kecamatan Merbau Mataram, telah mencuat ke publik. Dugaan kuat bahwa guru E, yang tidak pernah hadir mengajar karena sakit, tetap menerima tunjangan sertifikasi, memicu reaksi keras dari berbagai pihak. Kamis 30-5-2024
Kejadian ini terungkap pada Kamis, 30 Mei 2024, setelah sejumlah pejabat dari Dinas Pendidikan Lampung Selatan mendatangi sekolah tersebut. Seorang sumber terpercaya mengungkapkan bahwa kunjungan tersebut adalah tindak lanjut dari laporan publik mengenai pemalsuan data guru E. “Kami terkejut dengan temuan ini dan sedang melakukan investigasi lebih lanjut,” ujar seorang pejabat Dinas Pendidikan yang enggan disebutkan namanya.
Saling Tuding Antara Dinas dan Operator Kecamatan, Dalam rapat yang digelar antara Dinas Pendidikan dan operator kecamatan, terjadi saling tuding dan saling menyalahkan. Pihak Dinas Pendidikan menyalahkan operator kecamatan atas kejadian ini. “Operator kecamatan tidak teliti dalam memverifikasi data yang diberikan oleh sekolah,” kata seorang pejabat Dinas Pendidikan.
Sebaliknya, operator kecamatan menyatakan bahwa data yang mereka input sudah sesuai dengan laporan dari pihak sekolah. “Kami hanya menginput data sesuai dengan yang dilaporkan oleh sekolah. Tidak ada yang kami ubah,” jelas salah satu operator kecamatan.
Ketidaksesuaian data ini menimbulkan kebingungan, karena data yang diinput oleh sekolah dan operator kecamatan menunjukkan bahwa guru E tidak aktif mengajar. Namun, ketika data tersebut sampai di tingkat dinas, laporan berubah sehingga guru E bisa menerima tunjangan sertifikasi sebesar Rp 10.500.000 setiap triwulan sejak 2017 hingga 2024.
Kerugian Negara dan Tuntutan Audit, Sumber media ini mengungkapkan bahwa perubahan data tersebut diduga kuat terjadi di tingkat dinas. “Penginputan data oleh pihak sekolah dan operator dapodik kecamatan sudah sesuai. Namun, ketika sampai di tingkat dinas, semua data laporan tersebut berubah,” ungkap sumber tersebut.
Perubahan ini memungkinkan guru E menerima tunjangan sertifikasi layaknya guru yang aktif mengajar, meskipun faktanya ia tidak pernah masuk karena sakit. Hal ini jelas merugikan pemerintah, karena dana sertifikasi yang seharusnya dialokasikan untuk guru aktif justru diterima oleh guru E.
Sebelumnya, dalam pemberitaan yang beredar, guru E diduga memalsukan data jam mengajar dan absensi kerja untuk mendapatkan tunjangan sertifikasi sebesar Rp 10.500.000 per triwulan. Dugaan ini mencakup periode dari tahun 2017 hingga 2024.
Kepala Dinas Pendidikan Bungkam
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Dinas Pendidikan Lampung Selatan, Asep, belum memberikan tanggapan resmi. Beberapa upaya konfirmasi yang dilakukan oleh media ini belum mendapatkan jawaban.
Kejadian ini menambah daftar panjang kasus pemalsuan data di sektor pendidikan yang merugikan negara. Banyak pihak menuntut agar aparat penegak hukum segera melakukan audit menyeluruh terhadap kepala sekolah dan Dinas Pendidikan terkait pemalsuan dokumen ini. “Kami meminta aparat penegak hukum untuk segera turun tangan dan mengaudit semua pihak terkait. Ini tidak bisa dibiarkan,” tegas seorang aktivis pendidikan.
Dengan terungkapnya kasus ini, diharapkan akan ada tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang terlibat. Transparansi dan akuntabilitas di sektor pendidikan sangat diperlukan untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali. Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak untuk selalu menjaga integritas dan profesionalisme dalam menjalankan tugas.
Kejadian ini juga membuka mata banyak pihak akan pentingnya sistem pengawasan yang ketat dalam proses penginputan data di sektor pendidikan. Tanpa pengawasan yang baik, kebocoran anggaran dan penyelewengan dana publik akan terus terjadi, merugikan negara dan menghambat kualitas pendidikan di Indonesia.
(Bambang)