Meulaboh |jejakkasus.info : Persidangan lanjutan kasus dugaan penganiayaan yang melibatkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) periode 2024–2029, H. Mawardi Basyah, kembali digelar di Pengadilan Negeri Meulaboh pada Senin (5/5). Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan para saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sebanyak enam orang saksi hadir dalam persidangan tersebut, terdiri dari saksi korban, ayah dan ibu korban, serta tiga guru dari SD IT Teuku Umar, Meulaboh.
Dalam persidangan, fakta mencengangkan terungkap saat salah satu saksi kunci, Helma Suarni, yang merupakan guru di SD IT Teuku Umar dan berada di lokasi kejadian, menyatakan di hadapan majelis hakim bahwa dirinya tidak melihat terdakwa menampar korban. Bahkan, ia mencabut keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) karena mengaku tidak pernah menyampaikan hal tersebut saat diperiksa di tingkat kepolisian.
Pernyataan serupa juga datang dari saksi lainnya. Baik ayah korban, ibu korban, maupun dua guru lainnya mengaku tidak melihat adanya penamparan seperti yang dituduhkan. Bahkan, saksi korban sendiri tidak menyatakan bahwa ia ditampar oleh H. Mawardi Basyah.
Kuasa hukum terdakwa, yang terdiri dari lima orang pengacara, menyampaikan keyakinannya bahwa klien mereka akan diputus bebas oleh majelis hakim. “Sudah sangat jelas dan terang di persidangan, tidak ada satu saksi pun yang menyatakan klien kami melakukan penamparan terhadap korban yang masih anak di bawah umur,” ujar Akbar Dani Saputra, salah satu anggota tim kuasa hukum.
Tim hukum juga menilai bahwa kasus ini sarat dengan muatan politis, mengingat status klien mereka sebagai anggota legislatif aktif. Mereka pun menyatakan akan mempertimbangkan untuk melaporkan pihak-pihak yang diduga memberikan keterangan palsu di persidangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 242 Ayat 1 dan 2 KUHP.
“Kami berharap majelis hakim objektif dan mempertimbangkan keseluruhan fakta yang terungkap di persidangan,” tutup Akbar Dani Saputra.
(Pasukan Ghoib/Sumber : Alvian)