Kemana Dana Perawatan Sekolah” Diduga Herlina A.W, Mark UP Dana Bos

Jejakkasus.Info | Bangkunat Pemerintah mewajibkan sekolah mempublikasikan penerimaan dan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di papan informasi yang ada di sekolah atau di tempat lain agar mudah diakses masyarakat. Selasa (22/12/2020).

Publikasi penerimaan dan penggunaan dana BOS dimaksudkan sebagai upaya mewujudkan transparansi anggaran pendidikan.

Walaupun ada kewajiban mempublikasikan penerimaan dan penggunaan dana BOS, peluang terjadinya praktik korupsi masih cukup besar. Bisa saja, laporan publikasi sesuai dengan petunjuk teknis penggunaan dana BOS, namun dalam praktiknya sejumlah kuitansi bodong dan penggelembungan anggaran atau mark-up.

Tak halnya Sekolah yang ada di Bangkunat kabupaten Pesisir Barat, Herlina. A.W selaku kepala sekolah SMPN 4 Bangkunat.

Ketika Tim Jurnalis media dari Provinsi Lampung, dalam menjalankan tugasnya sebagai kontrol sosial dan didamping Lembaga L-KPK kabupaten Pesisir Barat. Edo Lesmana.

Dalam lawatannya ke SMPN 4 Bangkunat, tim jurnaslis dan lembaga bertemu langsung dengan kepala sekolahnya, Herlina, A.W, saat itu juga, kondisi sekolah terlihat kusam dan jorok. “KEMANA DANA PERAWATAN SEKOLAH DARI DANA BOS”??

Seperti himbauan dari pemerintah pusat dan kementerian pendidikan, bahwa sekolah wajib memasang paparan informasi penerimaan dan penggunaan dana BOS dalam bentuk transparansi anggaran pendidikan.

Disini pihak sekolah SMPN 4 Bangkunat tidak ditemukannya papan informasi penerima dana Bos dan kondisi sekolah buruk.

Saat tim jurnalis berbincang dengan Herlina selaku kepala sekolah, mengakui bahwa memang belum memasang papan informasi dana BOS dan perawatan sekolah masih kurang perawatannya.

Diduga adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan kepala sekolah SMPN 4 Bangkunat, Herlina, A.W. tidak adanya perawatan sekolah dan papan informasi penerima dana BOS dari pemerintah pusat, tegasnya.

Rendahnya transparansi pengelolaan dana BOS selama ini rentan terhadap penyalahgunaan. Kepala Sekolah, Bendahara, dan pihak-pihak yang terlibat dalam praktik korupsi dana BOS bisa saja menikmati uang haram dengan riang gembira, namun tidak sedikit yang berurusan dengan penegak hukum; masuk penjara.

Korupsi dana BOS tersebar di berbagai daerah. Kerugian akibat yang ditimbulkan oleh korupsi dana BOS bervariasi; belasan juta, puluhan juta, sampai ratusan juta, itu berasal dari satu atau dua sekolah. Kerugian akibat korupsi dana BOS diduga bisa berlipat-lipat kalau ditambah dengan yang tidak terungkap oleh penegak hukum.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan modus korupsi dana BOS yang lain yang dilakukan oleh pejabat pemerintah daerah dengan meminta setoran kepada sekolah dengan alasan mereka sudah berjuang memproses dan mencairkan dana BOS.

Setelah dana BOS langsung ditransfer ke rekening sekolah, praktik korupsi dana BOS masih bisa saja terjadi dengan dalih loyalitas bawahan kepada atasan yang telah mengangkat menjadi Kepala Sekolah, apalagi menjelang Pilkada 2020.

Selain kerugian material, kerugian yang paling besar dari korupsi yang terjadi di sekolah adalah runtuhnya benteng moral. Sekolah sebagai lembaga pendidikan tidak terlepas dari praktik korupsi, lalu di mana lagi kita menyemai bibit-bibit masa depan?

Rendahnya pengawasan penggunaan anggaran pendidikan dari stakeholder sekolah –guru, komite sekolah, dan masyarakat –membuat Kepala Sekolah bersama dengan orang-orang dekatnya seolah-olah membangun kerajaan kecil, sementara pejabat terkait yang seharusnya melakukan pendampingan dan pengawasan penggunaan dana BOS datang seperti utusan raja besar untuk menarik upeti pada raja-raja di bawahnya.

Secara teknis pelibatan Komite Sekolah dan masyarakat dalam pengelolaan dana BOS diatur dalam Permendikbud No 8 tahun 2020 di mana penggunaan dana BOS reguler harus didasarkan pada kesepakatan dan keputusan bersama tim BOS sekolah, guru, dan Komite Sekolah.

Kesepakatan dan keputusan bersama penggunaan dana BOS harus dituangkan secara tertulis, dalam bentuk berita acara rapat dan ditandatangani oleh peserta rapat.

Selama ini, banyak guru dan pegawai sekolah tidak mengetahui persis besaran dan penggunaan dana BOS, apalagi masyarakat luas. Kerap terdengar anekdot “hanya Tuhan, Kepala Sekolah, dan Bendahara Sekolah yang tahu penggunaan dana BOS” untuk menggambarkan kabut tebal pengelolaan anggaran pendidikan di sekolah.

Banyak sekolah mengasingkan peran dan kedudukan Komite Sekolah, membatasi peran Komite Sekolah, dan menutup-nutupi informasi yang harusnya disampaikan pada Komite Sekolah.

Komite Sekolah harus difasilitasi dan terus didorong semakin terlibat aktif dalam ikut merencanakan, menggunakan, dan mengevaluasi pengelolaan dana BOS. Pemerintah, harus memberikan pelatihan dan pendampingan bagi Komite Sekolah dalam upaya meningkatkan kemampuan dan kapasitas mereka dalam merancang dan mengawasi pengelolaan dana BOS.

Kewajiban memasang penerimaan dan penggunaan dana BOS menjadi bagian kecil dari upaya anggaran sekolah lebih transparan. Bagian besar dalam meningkatkan transparansi anggaran pendidikan, termasuk dana BOS adalah dengan mendorong hadirnya guru yang kritis, independen, dan terorganisir, representasi orangtua murid terutama dalam wadah Komite Sekolah yang aktif, dan lingkungan sekolah yang demokratis. Bersambung

(Ketua Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *