Jejakkasus.info|JATENG
SEMARANG – Pasca bom bunuh diri di Gereja Katedral Makasar Sulawesi Utara dan aksi teroris di Mabes Polri beberapa hari lalu mengoyak kembali duka bagi masyarakat Indonesia. Hal ini menjadi bukti keberadaan teroris di wilayah Kesatuan Negara Republik Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah yang harus segera ditanggulangi oleh seluruh elemen masyarakat utamanya aparat yang berkompeten dalam bidang deteksi dini dan penanggulangan terorisme.
Prof. Syamsul Maarif ketua forum koordinasi penanggulangan terorisme (FKPT) Jawa Tengah memberikan pernyataannya dalam wawancara singkat saat ditemui awak media usai menjadi narasumber Rapat Koordinasi Ka Sat Intelkam Polres jajaran Polda Jawa Tengah tentang Pencegahan serta Penanggulangan Intoleransi, Radikalisme dan Terorisme di wilayah Jawa Tengah, Senin (5/4/2021) di hotel Haris, Jl. Ki Mangunsarkoro, Semarang.
“Sangat tidak relevan dan ironis serta mengejutkan bagi masyarakat Indonesia yang adem ayem, guyub rukun, tepaselira dengan nilai-nilai kearifan lokal yang sangat luar biasa, tiba-tiba ada kejadian yang sangat jauh dengan adat ketimuran,” ujar Syamsul mengawali.
Lebih lanjut Syamsul menjelaskan, rentetan aksi terorisme dengan menggunakan simbol-simbol agama ini, maka masyarakat harus cerdas karena sudah terbiasa dengan kebhinekaan dan dewasa dalam beragama sehingga harus lebih mengedepankan mempererat kembali kerukunan, perdamaian serta sosialisasi nilai-nilai agama yang menyejukkan menuju agama yang rahmatan lil alaamiin.
Dikatakan oleh Syamsul, “Sayangilah orang lain, karena barang siapa menyanyangi orang lain maka akan disayangi oleh Allah dan MalaikatNya,” tutur Syamsul.
Untuk itu semua elemen masyarakat harus tetap penuh kesiapsiagaan dan waspada dengan trik-trik baru yang menyasar generasi milenial dengan menggunakan paparan melalui online, sehingga munculah sebutan Online Radicalization (radikalisasi online).
Kesiapsiagaan dalam hal ini, menurut Syamsul dengan cara memadamkan media sosial yang menjadi media radikalisasi online dengan memberikan nilai-nilai positif.
“Padamkan saja yang namanya whatshap, facebook serta media sosial lainnya yang menarasikan kebencian dengan nilai-nilai kebaikan dan kesejukan, sehingga dapat mengubah perilaku dalam bermedia sosial dengan memberikan kesejukkan bagi pengguna media sosial itu sendiri,” ujar Syamsul.
Selain itu menurut Syamsul, harus ada upaya sinergitas dengan tupoksi masing-masing antar lembaga-lembaga yang ada di masyarakat. Bahkan hingga sampai lembaga RT RW harus dijalin kerjasama yang baik, karena disinilah informasi terkait keberadaan warga dapat didapatkan secara jelas.
Diakhir pernyataannya, Prof. Syamsul Maarif mengajak kepada segenap elemen masyarakat untuk tetap mengedepankan ukhuwah dan persaudaraan lintas agama, budaya dan etnis yang ada sesuai dengan nilai-nilai budaya Indonesia.
“Sebagai bangsa yang besar itu memiliki peradaban dan nilai-nilai kebudayaan yang luar biasa. Mari bersatu dan tingkatkan persatuan. Karena beda itu indah, beda itu fitrah,” pungkas Prof. Syamsul Maarif.
(ADI-JK)