DENPASAR | jejakkasus.info – Proses jalan yang panjang terhadap seorang Warga Negara Asing (WNA) Andriy Gryshyn dalam mencari keadilan terbayar lunas oleh putusan hakim pada sidang putusan yang digelar hari ini Rabu, 18 September 2024, di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali.
Dalam putusannya, Majelis Hakim Tunggal Ni Made Dewi Sukarni menilai perkara terhadap seorang WNA asal Ukraina tersebut tidak miliki unsur Hukum Pidana berdasarkan fakta persidangan. Maka dengan demikian, Hakim memutuskan bahwa terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan.
Adapun, Hakim juga mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya, dan dalam putusannya juga menolak eksepsi termohon seluruhnya.
”Menyatakan, penetapan tersangka Andriy Gryshyn tidak sah. Memerintahkan kepada termohon (Polres Badung) menghentikan penyidikan, memerintahkan termohon untuk memulihkan nama baik pemohon,” tegas Majelis Hakim Tungga, Ni Made Dewi Sukarni.
Atas putusan hakim tersebut, Kuasa Hukum terdakwa, Reydi Nobel memberikan apresiasi setinggi-tingginya terhadap putusan hakim yang sangat objektif dan memiliki nilai keadilan yang tinggi.
“Kami selaku kuasa hukum dari Andriy Grishyn mengucapkan terima kasih kepada Majelis Hakim Tunggal Ni Made Dewi Sukarni yang memeriksa sekaligus pemutus dalam perkara prapid kami No. 16/Pid.Pra/2024/PN.Dps,” ujar Founder dan Lawyer Rnb Law Firm, Reydi Nobel kepada liputandewata.com, Rabu (18/9).
Reydi mengaku, bahwa keputusan hakim sangat tepat, lantaran kliennya atau pemohon telah mengajukan praperadilan sebelum dimasukkan ke dalam DPO.
Bahkan, sudah ditetapkan penetapan jadwal sidang sebelum ditetapkan sebagai DPO, sehingga praperadilan tetap bisa dilakukan.
Selain itu, dalam BAP tertanggal 14 Juni 2024, pelapor atas nama Dariya Gryshyna memberikan keterangan, bahwa saksi sudah resmi bercerai dengan Andriy Gryshyn di pengadilan Ukraina.
Artinya, sebelum Andriy Gryshyn ditetapkan tersangka, Andriy Gryshyn sudah bercerai dengan Dariya Gryshyna.
”Kami gugat karena klien kami memang tidak pernah melakukan kekerasan. Kami miliki bukti itu, dan itu terbukti dalam sidang,” ujar salah satu penggagas Perkumpulan Pemilik Izin Khusus Senjata Api Bela Diri (PERIKSHA) Bali, dan juga ketua bidang hukum di Praja Rakcaka Shooting club, milik Kodam IX/udayana itu.
Menurut Reydi, penetapan AG dalam DPO juga bertentangan dengan hukum. Sebab, Polres Badung (termohon) menetapkan DPO pada 21 Agustus 2024, sedangkan pemohon telah mendaftarkan permohonan praperadilan pada Pengadilan Negeri Denpasar pada tanggal 14 Agustus 2024.
Kemudian diketahui, pemohon juga berpergian ke luar negeri dengan agenda perjalanan bisnis pada 16 Juli 2024, sehingga sebelum adanya penetapan tersangka terhadap pemohon, pemohon terlebih dahulu memiliki agenda perjalanan bisnis ke luar negeri.
“Pemohon juga telah mengirimkan surat
kepada termohon (Polres Badung) tertanggal 20 Juli 2024, yang menyatakan akan mengikuti semua proses hukum di Indonesia. Kemudian pemohon melalui surat tertanggal 29 Juli 2024, pemohon menyatakan masih berada di luar
Negeri,” sebutnya.
Namun, termohon telah mengirimkan surat pencekalan tertanggal 23 juli 2024 dan surat penangkalan tertanggal 3 Agustus 2024 terhadap pemohon kepada Kepala Divisi Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Bali.
”Sehingga dengan adanya surat penangkalan ini, pemohon tidak dapat datang untuk memenuhi panggilan termohon,” jelasnya.
Berdasar pertimbangan tersebut, Reydi memohon agar hakim
praperadilan PN Denpasar menolak eksepsi termohon untuk seluruhnya; dan mengabulkan permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya.
Amin jk