Jakarta, Jejakkasus.info
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan terkait persyaratan pencalonan kepala daerah dalam Undang-Undang Pilkada. Dalam amar putusannya, MK mengubah isi Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada yang mengatur tentang persentase suara sah yang harus diperoleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu untuk mengusulkan pasangan calon kepala daerah, baik gubernur, bupati, maupun wali kota. Perubahan ini ditentukan berdasarkan jumlah penduduk yang termuat dalam daftar pemilih tetap (DPT) di wilayah pemilihan tersebut. Selasa 20-8-2024
Dalam putusannya, MK menetapkan empat kategori untuk pencalonan gubernur dan wakil gubernur, yang diatur berdasarkan jumlah penduduk di provinsi terkait. Untuk provinsi dengan jumlah penduduk hingga 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10%. Sementara itu, untuk provinsi dengan penduduk lebih dari 2 juta hingga 6 juta jiwa, syaratnya adalah 8,5% suara sah. Provinsi dengan penduduk lebih dari 6 juta hingga 12 juta jiwa membutuhkan minimal 7,5% suara sah, dan untuk provinsi dengan penduduk lebih dari 12 juta jiwa, syaratnya adalah 6,5% suara sah.
Selain gubernur dan wakil gubernur, MK juga menetapkan persyaratan baru untuk pencalonan bupati dan wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota. Di kabupaten/kota dengan penduduk lebih dari 250 ribu jiwa, syarat suara sah minimal adalah 10%. Jika jumlah penduduknya lebih dari 250 ribu hingga 500 ribu jiwa, syaratnya 8,5% suara sah. Untuk kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500 ribu hingga 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh minimal 7,5% suara sah, dan di wilayah dengan penduduk lebih dari 1 juta jiwa, syaratnya adalah 6,5% suara sah.
Putusan ini menandai perubahan signifikan dalam mekanisme pencalonan kepala daerah di Indonesia, di mana persentase suara sah yang diperlukan tidak lagi bersifat seragam, tetapi disesuaikan dengan jumlah penduduk di wilayah tersebut. Dengan demikian, partai politik atau gabungan partai politik diharuskan menyesuaikan strategi mereka berdasarkan besarnya populasi daerah yang akan mereka ajukan calon.
Ketua MK menyatakan bahwa perubahan ini dilakukan untuk menciptakan keseimbangan dan keadilan dalam proses demokrasi di Indonesia. “Dengan mempertimbangkan perbedaan jumlah penduduk di setiap daerah, MK berharap partai politik bisa lebih realistis dalam menyusun strategi pencalonan, sehingga demokrasi bisa berjalan lebih baik dan representatif,” ujarnya.
Reaksi dari berbagai partai politik pun beragam. Beberapa menyambut baik keputusan ini karena dinilai lebih adil, sementara yang lain menganggap perubahan ini bisa menyulitkan partai-partai kecil yang basis dukungannya terbatas di daerah-daerah dengan jumlah penduduk yang lebih besar. Namun, secara umum, putusan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas demokrasi lokal dengan memastikan bahwa calon kepala daerah yang maju benar-benar memiliki dukungan yang cukup dari rakyat di wilayahnya.
Dengan adanya perubahan ini, partai-partai politik kini harus segera melakukan penyesuaian dalam persiapan pemilu kepala daerah mendatang. Beberapa di antaranya sudah mulai mengevaluasi strategi koalisi dan basis dukungan mereka untuk memastikan dapat memenuhi persyaratan baru yang ditetapkan MK.
Secara keseluruhan, putusan MK ini mencerminkan upaya untuk menyesuaikan aturan pencalonan dengan dinamika kependudukan yang ada, sehingga menghasilkan proses demokrasi yang lebih proporsional dan mencerminkan kekuatan politik yang sesungguhnya di setiap daerah.
(Bambang)
Penulis : News.detik.com
Editor : Bambang hartono
Sumber Berita : Jejakkasus.info