Pusaran Kasus OTT NIPD, Kuasa Hukum Terdakwa Laporkan Kabid PMD

Jejakkasus.info | Bengkulu – Kuasa Hukum dari dua terdakwa Kasus OTT Pungutan Liar (Pungli) Nomor Induk Perangkat Desa NIPD mendesak penyidik Polres Kaur untuk melakukan penyidikan lanjutan atas kasus yang telah menyeret Kepala Dinas PMD dan Sekdes Desa Tanjung Pandan tersebut sebagai terdakwa.

Kedua Terdakwa yaitu AS dan HN melalui Kuasa Hukumnya Sopian Saidi Siregar, SH, M.,Kn membuat laporan atas dugaan keterlibatan Kabid PMD DR dalam kasus operasi tangkap tangan tersebut dan meminta agar penyidik Polres Kaur melakukan pemeriksaan dan penyidikan secara konprehensif terhadap terlapor DR.

Dalam laporan yang disampaikan langsung oleh Sopian Siregar ke bagian Kasium Polres Kaur tersebut disampaikan, bahwa terlapor adalah Pegawai Negeri Sipil di Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabuoaten Kaur, adapun jabatan dari terlapor Kepala Bidang Pemerinatahan Desa.

Telapor pernah menjadi saksi dalam sidang tindak pidana korupsi NIPD dipenggadilan Negeri Bengkulu pada tahun 2021 yang sampai saat ini perkaranya masih berlangsung dan terdakwanya adalah pelapor.

Dijelaskan lebih lanjut, dalam laporan disebut, bahwa terlapor pada malam hari sekira pukul 20.00, tanggal 18 februari 2021 saksi HN pernah memasukan tas coklat merek Polar Bar yang berisi uang sebesar Rp.400.000.000 (empat ratus juta rupiah) kedalam mobil terlapor yaitu merk innova warna hitam Nopol BD 1252 cq yang keberadaan uang tersebut tidak disangkal oleh terlapor dan tujuanya adalah uang diserahakan kepada Bupati Kaur saat itu Gusril Pausi untuk meminta.

Bahwa Dalam sidang agenda keterangan saksi terungakap fakta fakta bahwa terlapor pada saat terjadi penangkapan oleh penyidik Polres Kaur pada tanggal 24 februari 2021 barang bukti berupa uang sejumlah Rp.221.05.000 ( dua ratus dua puluh satu juta lima puluh ribu rupiah) ada ditangan atau penguasaan terlapor bahwa uang semula Rp.400.000.000 (empat ratus juta rupiah) saat ditangkap uang tersebut hanya tersisa Rp.221.050.000 (dua ratus dua puluh satu juta lima puluh ribu rupiah ), terdapat uang selisih sebesar kurang lebih Rp.178.950.000( saratus tujuh puluh delapan juta sembilan ratus lima puluh ribu rupiah) uang yang diduga di ambil oleh terlapor, hal ini juga bersesuai dengan tuntutan JPU dalam tuntutanya.

Telapor juga pernah memerintahkan saksi HL dan HN untuk menambah uang dari Rp. 400.000.000 menjadi Rp. 530.000.000 ( lim Ratus tiga puluh juta rupiah)

Dan terlapor pernah menggunakan uang dari perangkat Desa sebesar Rp.40.000.000 (emoat puluh juta rupiah) untuj kepentingan penyelenggaraan pemilihan kepala desa (Pilkades) padahal Pilkades tersebut sudah ada anggaranya dan juga semua buktinya sudah ada di jaksa penuntut umum.

Dari perbutan perbuatan yang dilakukan oleh terlapor telah mengakibatkan pelaopor di dakwa melakukan tindak pidana korupsi, sementara disisi lain terlapor bebas berkeliaran diluar seperti kebal hukum padahal fakta sudah jelas dan terang bahwa terlapor diduga kuat menikmati hasil korupsi NIPD tersebut, tetapi tidak tersentuh hukum.

Hal tersebut bertentangan dengan asas equality before the law atau semua orang dianggap sama di depan hukum, bahkan terlapor secara terang dan nyata ditangkap tangan oleh penyidik pada tanggal 24 februari 2021 saat itu barang baukti berupa uang ada ditangan terlapor.

Perbuatan kejahatan terlapor telah benar benar dilakukan dengan tindakan dan niat untuk melakukan korupsi karena pada saat menerima uang tersebut, “PNS wajib melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan keamanan negara atau merugikan keuangan negara”.

Namun pada faktanya terlapor tidak pernah melaporkan sama sekali saat menerima sejumlah uang yang di masukan kedalam mobilnya Dinas PMD, yang mana diketahui atau patut diduga bahwa pemberian sejumlah uang kepada terlapor sebgai PNS sebagi akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibanya.

Apa yang dilakukan oleh terlapor bertentangan dengan, pasal 12 huruf a dan huruf b UU nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi. pasal 15 UU nomor 31 tahun 1999 sebagimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2021 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Dan pasal 23 undang undang 31 tahun 1999 telah diubah dengan undang undang no 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi menyatakan ” dalam perkara korupsi, pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 220, pasal 231,421,422,429 atau pasal 430 kitab undang undang hukum pidana, dipidana dengan pidan penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 6 tahun dan atau denda paling sedikit Rp.50.000.000 dan paling banyak 300.000.000 ( tiga ratus juta rupiah),
tulis Sofian Siregar dalam suratnya tanggal 18 oktober 2021.

Dalam keterangan persnya kepada awak media di Mapolres Kaur Sofian Siregar berharap agar kapolres kaur beserta jajaran penydik untuk dapat menjaga Integritasnya dalam melakukan penyidikan terhadap laporan yang telah disampaikan, dan dapat mengedepankan kesamaan hak dan perlakukan setiap orang dimata hukum.

Dan apabila dalam penyidikan terlapor terbukti bersalah maka segera ditetapkan sebagai tersangka, jika tidak ada tindak lanjut dari Polres Kaur Sofian Siregar mengaku akan membawah persoalan yang telah dismapaikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi, tegasnya. (Iwan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *