Jejakkasus.info | Cirebon – Jawa Barat – Baru baru ini mungkin kita melihat perang panas antara mantan Bupati Cirebon Bapak Dr. Drs. H Sunjaya Purwadi Satra.M. M.,M.Si ( Sebagai Penggugat ) Dengan Bapak Drs. H. Imron ( Sebagai Tergugat ) yang sekarang sedang mencalonkan Bupati Cirebon.
Dalam hal ini Ex. Bupati Cirebon Sunjaya Menggugat Calon Bupati Cirebon Drs. H. Imron dikarenakan sangkutan hutang yang dijanjikan calon bupati cirebon Drs. H. Imron Tidak Dibayar Dengan Senilai 46,5 Miliar.
Dalam sidang yang berlangsung singkat dengan dipimpin oleh Alex Tahi M itupun dihadiri oleh pihak penggugat yang diwakili pengacaranya, serta pihak tergugat dan turut tergugat.
Meski sidang berlangsung singkat, Majelis Hakim meminta kedua belah pihak untuk melakukan mediasi. Bahkan Hakim telah menunjuk Dr. Jeli Naseri sebagai hakim mediator, dan mediasi tersebut yang akan dijadwalkan ulang pada 24 September 2024, mendatang.
Adapun permasalahan hukum tersebut mencuat kepublik setelah Sunjaya melayangkan gugatan sebesar Rp 46,5 miliar terhadap Imron Rosyadi yang merupakan Bupati Cirebon periode 2019- 2024, yang kini kembali mencalonkan diri sebagai bakal calon Bupati Cirebon di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024.
Gugatan terhadap Imron diajukan di PN Bandung Kelas 1A Khusus pada Jumat (31/05/2024) yang didasari dugaan wanprestasi (ingkar janji) dalam perjanjian pembayaran utang yang tercatat dalam Akta Pengakuan Hutang No. 02 tertanggal 31 Maret 2018.
Menurut perjanjian tersebut, Imron memiliki kewajiban membayar utang sebesar Rp35 miliar dengan skema cicilan minimal Rp7 miliar per tahun. Namun, menurut kuasa hukum Sunjaya dari “Law Office Rizky Rizgantara & Partners”, hingga jatuh tempo pada 31 Mei 2019, Imron belum memenuhi kewajiban tersebut meskipun telah diberikan beberapa kali somasi.
Dalam gugatannya, Sunjaya menuntut pembayaran utang pokok sebesar Rp35 miliar, ditambah bunga moratoir sebesar Rp10,5 miliar, serta biaya kerugian lainnya sebesar Rp1 miliar, sehingga total tuntutan mencapai Rp46,5 miliar. Bunga moratoir dikenakan akibat keterlambatan pembayaran yang dianggap telah merugikan penggugat secara finansial.
Tidak hanya menuntut pembayaran utang, Sunjaya juga meminta Pengadilan Negeri Bandung untuk menetapkan sita jaminan (conservatoir beslag) atas dua properti milik Imron. Properti tersebut berlokasi di Blok Wuni II dan Jalan Pahlawan, Desa Dawuan, Kecamatan Tengah Tani, Kabupaten Cirebon.
“Kami ingin memastikan gugatan ini tidak sia-sia. Penetapan sita jaminan adalah langkah preventif agar ada kepastian hukum terkait gugatan ini,” jelas kuasa hukum Sunjaya.
Properti-properti tersebut dinilai memiliki nilai yang signifikan untuk menjamin kewajiban utang yang dituntut.
Jika Majelis Hakim mengabulkan permohonan ini, Imron tidak akan bisa memindahtangankan atau menjual properti tersebut sampai proses hukum selesai dan putusan final dikeluarkan.
Dalam gugatan ini, Sunjaya juga meminta agar Majelis Hakim menjatuhkan sanksi berupa uang paksa (dwangsom) sebesar Rp1 juta per hari kepada Imron apabila lalai dalam melaksanakan putusan.
Selain itu, Sunjaya meminta denda keterlambatan sebesar 3% dari kewajiban pokok per bulan hingga pembayaran dilunasi. Sunjaya juga menuntut agar putusan tersebut dapat dieksekusi meskipun Tergugat nantinya mengajukan banding atau kasasi.
“Kami ingin ada kejelasan dan percepatan dalam penegakan hukum. Upaya banding tidak boleh menjadi alasan bagi Tergugat untuk menunda-nunda pembayaran utang,” tegas Sunjaya melalui kuasa hukumnya.
“Kami ingin ada kejelasan dan percepatan dalam penegakan hukum. Upaya banding tidak boleh menjadi alasan bagi Tergugat untuk menunda-nunda pembayaran utang,” tegas Sunjaya melalui kuasa hukumnya.
Perseteruan hukum ini semakin menarik perhatian publik karena melibatkan dua tokoh besar dari Cirebon. Sunjaya pernah menjabat sebagai Bupati Cirebon sebelum terjerat kasus hukum lainnya, sedangkan Imron Rosyadi adalah Bupati Cirebon periode 2019-2024 yang kini mencalonkan diri kembali dalam pemilihan mendatang.
Hubungan keduanya yang dahulu cukup dekat kini menjadi sorotan setelah munculnya gugatan ini. Sejumlah pihak menilai bahwa kasus ini bukan hanya tentang utang piutang, tetapi juga mencerminkan dinamika politik yang terjadi di Cirebon.
Sebagai dua mantan pejabat yang berpengaruh, gugatan ini semakin memperkeruh hubungan mereka yang kini diwarnai konflik hukum. Banyak spekulasi yang berkembang di masyarakat bahwa perseteruan ini bisa mempengaruhi konstelasi politik lokal, terutama menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di masa mendatang.
Sunjaya berharap agar Pengadilan Negeri Bandung segera memberikan keputusan yang adil dan mengakomodasi hak-haknya yang selama ini terabaikan.
“Kami sangat berharap Majelis Hakim akan memberikan putusan yang adil seadilnya dan cepat, sehingga hak-hak klien kami dapat segera dipenuhi,” kata salam satu tim kuasa hukum Sunjaya.”
*Jhon*