PANGKALPINANG, Jejakkasus.info – Ketua DPD Himpunan Advokat Muda Indonesia Bersatu Bangka Belitung Feriyawansyah.SH.MH.Cpcle, mengatakan, oper kredit yang dilakukan sepihak, yang terjadi di lingkungan masyarakat seringkali terjadi, dan perbuatan tersebut akan berdampak hukum kepada siapa saja yang melakukannya.”Saya sebagai ketua DPD Himpunan Advokat Muda Indonesia Bersatu Bangka Belitung, ingin sekali mensosialisasikan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, menurut saya, ini penting sekali dan harus disosialisasikan, karena banyak sekali masyarakat yang tidak mengerti, dan tidak paham. Karena pemahaman masyarakat sangat minim tentang Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia,” ujarnya saat dikonfirmasi melalui via WhatsApp, Selasa (26/1/2021).
Maka dari itu banyak terjadi kendaraan tersebut di alihkan dan diperjualbelikan, yang mana kendaraan tersebut, masih dalam masa kredit.”Padahal Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tersebut, ada pasal yang mengatur tentang pidana penjaranya,” jelas Feriyawansyah.
Di dalam Pasal 23 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (UU Fidusia), pemberi fidusia dapat menggadaikan benda yang dijadikan jaminan fidusia, asalkan ada persetujuan tertulis dari penerima fidusia.”Akan tetapi, jika anda tidak mendapat persetujuan tertulis dari penerima fidusia (dalam hal ini perusahaan pembiayaan), maka berdasarkan Pasal 36 Undang-Undang Fidusia. Anda diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah),” ungkap Ketua DPD Himpunan Advokat Muda Indonesia Bersatu Bangka Belitung.
Pasal 23 ayat (2) UU Fidusia
“Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia”.
Pasal 36 UU Fidusia
“Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda yang menjadi objek jaminan Fidusia yang dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling tua banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta) rupiah”.
“Dan kedepan saya berharap, tidak ada lagi masyarakat yang terjebak dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia, dan selalu mengedepankan prinsip kehati-hatian.
(Jenny Siskawati/Andriyadi)