Jember | Ketimpangan masih mewarnai pelaksanaan rehab atau perbaikan sekolah yang dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur pada tahun 2025 sekarang ini.
Program yang mendapat gelontoran dana besar senilai Rp90 miliar dari pemerintah pusat itu ternyata belum terdistribusi secara adil.
Faktanya, sejumlah sekolah pinggiran yang bertahun-tahun mengalami kerusakan ruang kelasnya justru tidak menjadi bagian dari kesempatan memperoleh rehab tersebut.
Seperti halnya nasib yang dialami oleh SDN Curahkalong 05 di Kecamatan Bangsalsari. Sekolah ini bukan yang termasuk dalam deretan daftar rehab meskipun diantara ruang kelasnya ambruk 5 tahun silam.
Ketiadaan ruang kelas karena roboh membuat siswa kelas 3 dan 6 berbagi tempat. Para siswa terpaksa harus bergantian memakai ruang kelas agar tetap bisa belajar.
Terpantau ruang kelas tersebut dalam kondisi hanya tersisa sebagian dinding yang sudah ditumbuhi lumut dan rumput ilalang. Bahkan, kerap dipakai untuk menjemur kain karena atapnya telah roboh pada tahun 2019 lalu.
Kondisi serupa juga terjadi pada sejumlah sekolah-sekolah lainnya di kawasan pinggiran seperti Kecamatan Silo, Tempurejo, Sumberbaru, Kalisat, dan lainnya.
Sementara, dana miliaran rupiah mengucur ke sekolah-sekolah yang kondisinya lebih baik. Semisal seperti SMPN 1 Puger, SMPN 1 Balung, maupun SMPN 2 Ajung.
Walaupun begitu, Bupati Jember Muhammad Fawait membanggakannya saat berpidato di rapat paripurna DPRD Jember. Ia mengklaim bantuan dana rehab itu yang terbesar nilainya se-Indonesia.
“Jember merupakan kabupaten penerima program revitalisasi terbanyak se-Indonesia,” kata Fawait.
Kepala Dinas Pendidikan Jember, Hadi Mulyono menjelaskan sumber pendanaan berasal dari Kemendikdasmen. Sasarannya sebanyak 124 lembaga mulai PAUD, SD, dan SMP.
Menurutnya, masing-masing sekolah mengelola dana rehab secara swakelola. Perkembangan terkini aktivitas rehab pada level serapan antara 50-70 persen.
“Ada juga yang menyerap 50 persen, dan ada yang baru berjalan. Targetnya, bulan Desember harus selesai semuanya baik fisik maupun pertanggung jawaban admistrasi,” ulasnya, Kamis, 20 November 2025.
Setiap kepala sekolah bertanggung jawab mutlak atas penggunaan dananya. Kegiatan rehab dilakukan oleh panitia pembangunan satuan pendidikan (P2SP) yang diketuai kepala sekolah.
“Secara petujuk teknisi itu dibentuk P2SP, dimana penanggung jawabnya adalah kepala sekolah. Serta ada tim teknis untuk perencanaan dan pengawasan,” sambung Hadi.
Adapun Kemendikdasmen mengerahkan 4 orang fasilitator yang bertugas khusus untuk mengawasi pelaksanaan proyek perbaikan gedung sekolah. Fasilitator itu berlatar belakang ahli bidang teknik dari berbagai perguruan tinggi.
Hadi meyakinkan pihaknya sedang berupaya mengajukan bantuan serupa bagi sekolah-sekolah yang belum masuk daftar agar memperoleh dana rehab di tahun 2026 mendatang.
“Kami telah diminta untuk memprioritaskan sekolah mana yang perlu didahulukan untuk dapat proyek itu,” pungkasnya.(Albar-KorLip SE Indonesia)
